Terapi Plasma Darah Sudah Digunakan Sejak 100 Tahun Lalu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Terapi plasma konvalesen atau plasma darah yang kini kembali digaungkan sebagai salah satu terapi alternatif untuk mengobati pasien positif Covid-19 bukan merupakan hal baru. Terapi ini telah digunakan sejak satu abad yang lalu untuk mengobati banyak penyakit, termasuk difteri.
Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, dr. Erlina Burhan, Sp.P (K), M.Sc., Ph.D mengatakan, bahwa perjalanan panjang terapi konvalesen hingga sekarang kembali terdengar.
“Terapi plasma konvalesen ini merupakan terapi yang sudah cukup lama, yakni sejak tahun 1900-an. Sehingga sudah digunakan untuk penyakit-penyakit seperti difteri, SARS, MERS, dan flu burung. Hanya saja, masih terbatas untuk uji klinis. Demikian juga dengan Covid-19, dipakai di banyak negara namun hanya sebatas uji klinis," kata Erlina belum lama ini.
Erlina menuturkan bahwa banyak negara yang telah menggunakan terapi plasma konvalesen dengan hasil yang lumayan bagus dan cukup efektif. Namun begitu, keberhasilan terapi yang telah dilakukan di banyak negara tersebut masih terbatas pada jumlah pasien yang sedikit.
“Misalkan di China, disana terdapat empat studi yang dilaporkan uji klinisnya, tapi sayangnya pasiennya masih sedikit. Ada yang dilakukan kepada lima pasien, 10 pasien, enam pasien, dan bahkan yang di Korea hanya dua pasien,” tutur Erlina.
Terapi konvalesen di Indonesia sendiri, saat ini masih berada dalam tahap uji klinis kepada para pasien positif Covid-19 dengan gejala berat. Erlina menyebutkan bahwa beberapa rumah sakit, termasuk RSUP Persahabatan telah siap dan akan segera melakukan uji coba terkait terapi ini.
“Sudah banyak sebenarnya rumah sakit yang melakukan uji klinis (plasma konvalesen) ini, seperti RSPAD, RSCM, dan saat ini RS Persahabatan,” ujar Erlina.
Namun, hal yang paling penting saat ini adalah bagaimana cara masing-masing individu untuk melakukan tindakan pencegahan. Pasalnya, hingga saat ini Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona baru masih belum ditemukan obatnya.
Oleh karenanya, Erlina kembali menggarisbawahi bahwa tindakan pencegahan dengan mematuhi protokol kesehatan 3M yakni mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak seperti yang ditetapkan merupakan langkah terbaik yang saat ini dapat dilakukan.
“Hal yang terpenting seharusnya adalah pencegahan, jangan sampai sakit, karena penyakit ini belum ada obatnya. Semua orang melakukan bermacam-macam uji klinis, tetapi yang paling penting justru dicegah jangan sampai sakit. Seperti yang sudah biasa kita katakan, pakai masker, jaga jarak, cuci tangan, tingkatkan imunitas, sehingga yang utama adalah pencegahan,” tutupnya.
Lihat Juga: Viral Mitos Penyakit Mpox Efek dari Vaksin COVID-19, Kemenkes Tegaskan Tak Ada Hubungannya
Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, dr. Erlina Burhan, Sp.P (K), M.Sc., Ph.D mengatakan, bahwa perjalanan panjang terapi konvalesen hingga sekarang kembali terdengar.
“Terapi plasma konvalesen ini merupakan terapi yang sudah cukup lama, yakni sejak tahun 1900-an. Sehingga sudah digunakan untuk penyakit-penyakit seperti difteri, SARS, MERS, dan flu burung. Hanya saja, masih terbatas untuk uji klinis. Demikian juga dengan Covid-19, dipakai di banyak negara namun hanya sebatas uji klinis," kata Erlina belum lama ini.
Erlina menuturkan bahwa banyak negara yang telah menggunakan terapi plasma konvalesen dengan hasil yang lumayan bagus dan cukup efektif. Namun begitu, keberhasilan terapi yang telah dilakukan di banyak negara tersebut masih terbatas pada jumlah pasien yang sedikit.
“Misalkan di China, disana terdapat empat studi yang dilaporkan uji klinisnya, tapi sayangnya pasiennya masih sedikit. Ada yang dilakukan kepada lima pasien, 10 pasien, enam pasien, dan bahkan yang di Korea hanya dua pasien,” tutur Erlina.
Terapi konvalesen di Indonesia sendiri, saat ini masih berada dalam tahap uji klinis kepada para pasien positif Covid-19 dengan gejala berat. Erlina menyebutkan bahwa beberapa rumah sakit, termasuk RSUP Persahabatan telah siap dan akan segera melakukan uji coba terkait terapi ini.
“Sudah banyak sebenarnya rumah sakit yang melakukan uji klinis (plasma konvalesen) ini, seperti RSPAD, RSCM, dan saat ini RS Persahabatan,” ujar Erlina.
Namun, hal yang paling penting saat ini adalah bagaimana cara masing-masing individu untuk melakukan tindakan pencegahan. Pasalnya, hingga saat ini Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona baru masih belum ditemukan obatnya.
Oleh karenanya, Erlina kembali menggarisbawahi bahwa tindakan pencegahan dengan mematuhi protokol kesehatan 3M yakni mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak seperti yang ditetapkan merupakan langkah terbaik yang saat ini dapat dilakukan.
“Hal yang terpenting seharusnya adalah pencegahan, jangan sampai sakit, karena penyakit ini belum ada obatnya. Semua orang melakukan bermacam-macam uji klinis, tetapi yang paling penting justru dicegah jangan sampai sakit. Seperti yang sudah biasa kita katakan, pakai masker, jaga jarak, cuci tangan, tingkatkan imunitas, sehingga yang utama adalah pencegahan,” tutupnya.
Lihat Juga: Viral Mitos Penyakit Mpox Efek dari Vaksin COVID-19, Kemenkes Tegaskan Tak Ada Hubungannya
(tdy)